***
Akhirnya
dengan segala upaya, sehingga kaki ku bergetar. Aku sampai di depan rumah.
Ketika aku berpaling kebelakang. Tampak, tak ada lagi lelaki berbaju hitam
tadi. Kubuka pintu rumah, dengan cepat ku masuk kedalam kamar, ku kunci
kamarku. Huft, aku benar-benar lelah. Tak ada nafas lagi rasanya, sudah lupa
bagaimana cara bernafas. Sungguh.
“Nina,
sudah pulang nak.” Bunda mengetuk pintu kamar dengan keras, aku rasa ia begitu
khawatir dengan kepulanganku.
“iya
Bunda, Nina udah pulang. Nina ganti baju sekolah dulu ya bunda” jawabku, sambil
melepaskan sepatu.
Setelah
bergegas mengganti baju, aku pun keluar dari kamar. Menuju kearah dapur dan
duduk di atas kursi meja makan, didepanku sudah duduk seorang wanita. Hari ini
wajahnya tampak begitu berseri, tak seperti hari biasanya. Ia tersenyum sambil
mengupas satupersatu kulit jagung. Menarik rambut-rambut cokelat pada jagung. Lantas
ia memberikan jagung yang ia kupas itu untukku.
“ada
kabar bahagia nak.” Ujarnya membuka pembicaraan siang ini.
“alhamdulillah,
jika itu kabar bahagia. Kalau boleh Nina tau. Kabar apa bunda” tanya ku sambil
mengerutkan kening dan tersenyum sambil mengambil jagung dari tangannya.
“bunda
diterima kerja, disebuah pabrik roti. Mungkin akan membantu kebutuhan kamu
sekolah dan untuk makan sehari-hari” lanjut bunda.
“ohya
? wah, pabrik roti apa itu bunda. Terus pulangnya jam berapa ?” tanyaku kembali
“nah
itu dia nak, yang ingin bunda bicarakan denganmu. Mungkin bunda harus pulang
larut malam. Kamu harus sendirian dirumah tak apa-apa ya ?” bunda kembali
berbicara, sambil menuangkan air ke cangkir yang berada tepat di hadapanku. Ada
rasa cemas di wajahnya.
“Iya
bunda, itu tidak menjadi masalah bagiku. Hanya saja, bunda harus tetap menjaga
kesehatan bunda.” Disatu sisi fikiran ku terus berkutat mengenai lelaki yang
mengejarku siang tadi. Aku rasa, ini bukan waktu yang tepat untuk menceritakan
semuanya pada bunda.
“maaf
ya nak, jika kamu harus ditinggal seorang diri. Bunda cuma punya kamu seorang,
dan bunda harus bekerja untukmu” wajah bunda tertunduk, menatap cangkir. Secara
tiba-tiba ia menangis, aku tertegun heran. Berdiri dan melangkah kearahnya,
kudekap ia. Berusaha untuk tetap menenangkannya, meski hati ini juga tak dapat
menahan jika melihat bunda mengeluarkan air mata.
Akhir-akhir
ini, sering kudapati bunda menangis seorang diri di kamarnya. Terkadang ia
begitu sensitif, jika aku mengutarakan uang untuk biaya sekolah. Ia juga sangat
sensitif jika aku berbicara mengenai sosok ayah ku dimana sekarang. Bahkan ia
hanya menjawab “ah, untuk apa membicarakan lelaki itu. Dia saja tak pernah
memikirkanmu.”
Aku
tertegun jika dia berkata demikian, aku merasa pasti ayah dulunya pernah
menyakiti hati bunda. Sehingga bunda begitu benci padanya. Sudah limabelas
tahun umurku, tapi tak pernah kulihat bagaimana sosok ayah. Jujur, aku sangat
butuh kasih sayang dari sosok ayah. Sangat butuh. Setiap teman-temanku selalu
tau identitas ayah mereka. Jika meninggal mereka tau, jika dipenjara mereka
tau, dan setiap dari mereka memiliki ayah. Tidak dengan aku.
***
“Nina,.
Nina,.. nak. Dimana kamu sayang. Dimana kamu ?” teriak bunda sangat keras siang
ini, sehingga menyadarkanku dari tidurku siang ini. Aku memutuskan untuk tidur
siang ini sepulang sekolah, agar ketakutanku sedikit berkurang. Jika tidak aku
terus berfikir mengenai laki-laki yang suka mengintaiku beberapa hari terakhir
ini.
“iya
bunda, sebentar.” Aku buka kunci rumah hingga pintu terbuka. Bunda tiba-tiba
saja, menarikku kedalam rumah, mengunci pintu kembali. Dan menarik kunci dari
pintunya. Dan ia memelukku.
“Dia
datang. Tenang saja ya nak, bunda tetap disini, bersamamu. Apapun yang terjadi,
tak akan bunda biarkan dia menyakitimu. Seperti dia menyakiti bunda dulu.”
Bunda terus memeluk, sambil sesekali menyiumku. Berbicara didepan wajahku.
Sungguh, aku tak mengerti apa-apa.
Aku
tak mengerti mengenai apa bunda bergurau di siang hari begini. Yang aku tau,
dia telah pergi dari rumah sejalan dengan aku berangkat sekolah tadi pagi, dan
dia pulang dengan kelakuan seperti ini. Apa yang terjadi padanya. Semoga dia
baik-baik saja.
Setelah
bunda mulai tenang dengan dibantu secangkir air putih, dia mulai menceritakan sesuatu.
Aku terkejut ketika ia bercerita mengenai laki-laki, tak seperti biasanya bunda
bercerita mengenai laki-laki. Bahkan ia sangat marah jika aku selalu bercerita
mengenai laki-laki.
“Tadi
bunda, bertemu laki-laki itu. Laki-laki yang dulu pernah bunda cintai. Dan dia
juga lelaki yang telah meninggalkan bunda dan kamu nak.” Ujar bunda sambil
terisak.
“maksud
bunda ayah, Nina ?” tanyaku yang masih tak mengerti
“iya
nak. Ayah kamu. Ketika bunda mengandungmu dulu, dia meninggalkan bunda untuk
merantau. Siang dan malam bunda menantinya, apalagi ketika kamu hendak lahir.
Namun dia tidak pulang-pulang lagi. Hingga sewaktu umurmu tiga tahun, bunda
berjumpa dengannya dan ia bersama seorang wanita dan seorang anak kecil di
pelukannya.”
“tadi,
bunda bertemu lagi. Dia langsung bertanya mengenai kamu. Katanya, kamu sekarang
sudah besar. Mirip sekali dengannya, beberapa kali dia mengikutimu sepulang
sekolah. Dan dia sangat ingin melihatmu nak. Tapi bunda tak ingin kamu berjumpa
dengan dia.” Lanjut bunda sambil terus terisak. Aku masih sangat binggung.
Setelah mendengar cerita bunda, ada satu pertanyaan yang terbersit di hati.
Apakah laki-laki yang selalu mengikutiku sepulang sekolah itu adalah sosok ayah
kandung ku ?
***
Malam
telah tiba, selesai menunaikan sholat isya. Bunda masuk ke kamarnya. Aku tak
ingin menganggunya. Ku fikir dia butuh saat-saat sendiri. Yang penting,
sekarang aku telah lega. Telah tau semua lika-liku mengenai ayah kandungku.
Jarum
jam telah berada di sekitar angka sembilan lewat sedikit, aku telah menyelesaikan
tugas matematika untuk ku kumpulkan besok. Ku matikan semua lampu, aku mulai
masuk kamar. Belum juga ku rebahkan tubuhku dikasur. Aku mendengar suara pintu
depan diketuk. Bergegas aku keluar kamar, ternyata bunda juga mendengarnya. “
Lina, buka pintunya. Aku ingin melihat anakku. Jangan kau sembunyikan. Aku juga
punya hak atas dia.” Teriakan itu semakin besar.
Tiba-tiba
saja bunda menarikku, membuka pintu kamarku. “Masuk, cepat masuk nak” bunda
berkata, sambil terus menarik tanganku. Dan ia menutup pintu kamar. Dari kamar
aku mendengar bunda berbicara dengan lelaki yang tak lain adalah ayah
kandungku.
“mana
anakku ?” tanya lelaki itu. “anakmu ? siapa ? tak akan ku izinkan kau bertemu
dengan Nina. Nina itu anakku” jawab bunda, sambil terisak. Aku ingin sekali
keluar. Menenangkan bunda, dan melihat ayah. Aku rindu ayah. Sangat merindu.
Rindu kasih sayang darinya yang tak pernah kurasa. Aku tak sanggup, ya sangat
tak sanggup ingin melihat ayah.
Kubuka
pintu, di tengah-tengah perdebatan mereka. Ketika aku muncul di balik pintu,
hening seketika. Aku melihat bunda, airmatanya telah habis mungkin. Sisi
matanya merah. Tempurung matanya sudah membekang. Lelaki di depan pintu sana,
dia masih tercengang melihatku. Airmatanya mulai jatuh, kedua tangannya mulai
terbuka. Petanda ingin memelukku. Aku tak kuasa menahannya, ternyata lelaki
yang selalu mengikutiku sepulang sekolah adalah ayahku. Aku punya Ayah. Hanya
itu yang terbersit didalam ingatanku. Aku berlari memeluknya. Aku menangis, dia
juga. Bunda tak dapat menahan kami melepas rindu lagi. Dia juga hanya bisa ikut
menangis.
“Maafkan
aku Lina, aku telah meninggalkanmu dan buah hati kita selama ini. Sungguh aku
masih sangat mencintaimu.” Ucap laki-laki itu melepaskan pelukannya.[]
10 komentar:
I was Here. Please Visit mine too. http://ailove-instinct.blogspot.com
hihihi,..
Tengkyue abang :D okelah saya akan berkunjung kesana sekarang ^^
ayoo tinggalkan jejak di blog saya. "JOIN"
Saleum.
Suka nulis cerpen ya? Semangat! :)
saleum juga, Haya Nufus :) terimakasih udah berkunjung ke blog saya. Sebenarnya, saya baru suka nulis cerpen akhir2 ini saja. Liat aja di blog kebanyakkan tulisan features daripada cerpen. Baru sekitar 1 bulan lebih gabung ke FLP, dan disitulah ada rasa mengebu-gebu untuk menulis cerpen.
Suka nulis juga ya haya ? :) semangatt juga ya,..
Like abis dech,,,,
:) makasih abang udah ngunjung ke blog dara. makasih juga komentnya. :)
wah,, saiia juga suka nulis cerpen,, tapi tak tau dech mulainya mana, kemana, dimana dan seterusnya,, heheheehh
Dara juga baru2 ini semangat nulis cerpen lagi. Hehehee,..
Saran dara, kalau nulis cerpen nulis nya harus pakek hati. Jangan merencanakan ide terlebih dahulu, takutnya nanti jadi gamang cerita nya. Tapi tulis apa yang sedang kita fikirkan. :-) semangatttt,..
Keyeeeen, Dek ceritanya... :)
:) makasih kakak.. ini cerpen yang dara kirim ke media. Tapi gak dimuat karena cerpennya terlalu panjang kak. T^T
Posting Komentar