Membicarakan Indonesia, bagi saya tak akan ada habisnya.
Mulai dari banyaknya sejarah, kekayaan alam, hingga budaya yang beraneka ragam.
Kebhinnekaan dan keberagaman yang lestari, nyaris tak
dimiliki bangsa lain. Indonesia yang pernah dijajah berbagai bangsa Eropa
hingga dikuasasi bangsa Jepang, menjadikan bangsa dengan lebih kurang 17 ribu pulau
ini kaya dalam berbagai hal.
Lihat saja bentuk negara kesatuan (NKRI) yang unik dan
apik terpampang di atlas dunia. Negeriku Indonesia yang dulunya pernah berjuluk
Hindia Belanda sebagai negeri yang agung. Bangsanya yang ramah, tanahnya yang
subur membuat semua bangsa mendambakannya. Maka, saya pun sangat bersyukur menjadi bahagian dari
bangsa Indonesia tanpa harus
naturalisasi, karena memang tumpah darah di negeri nusantara.
Menjadi bahagian
dari bangsa Indonesia adalah sebuah kebanggaan. Di negeri
ini segalanya bisa diperoleh, mulai kebutuhan fisik hingga
keinginan rohani. Sebagai bangsa penganut Islam terbesar, umatnya dengan bebas
beribadah dan bermuamalah. Nyaris tanpa kesulitan mendapatkan yang kita
inginkan.
Jika banyak orang menyesal lahir di Indonesia, dia
pasti tak mensyukuri nikmat Tuhan. Demikian bagi mereka yang
mencela bangsa sendiri, tentunya bukan warga yang baik. Apalagi sampai
membandingkan Indonesia dengan bangsa lain yang tentu tak sepadan, bukan tak masuk
akal. Selain berbeda latar belakang sosial budaya, juga berlainan karakter.
Soal sosial
Persoalan kesetiakawanan sosial tak ada yang bisa
membantah. Semangat gotong-royong telah ditanam sejak dini. Saling membantu
bisa terlihat di mana-mana. Mulai hal positif hingga masalah negatif. Jika
mengacu pada sikap tenggang rasa, masyarakat kita paling peka terhadap nasib orang
lain, sampai-sampai kedudukan sosial pun bersamaan.
Jika ada jatah masyarakat miskin, maka masyarakat kaya
pun harus menikmatinnya juga. Karena ini itu adalah bagian dari kebersamaan.
Subsidi untuk masyarakat miskin secara massal harus dirampok karena memang harus mengedepankan
kebersamaan. Tidak banyak bangsa di dunia ini yang secara bersama menggrogoti
jatah si miskin, seperti BLT, BLSM yang hangat selama ini. Jika perlu, beli
saja kewenangan agar masuk dalam jatah miskin.
Jatah miskin lainnya juga tak kalah menarik. Beras
miskin pun kerap disunat. Karena memang sunat adalah satu dari beberapa hal
yang dianjurkan dalam kepercayaan umum di Indonesia. sampai-sampai sunatan massal jadi agenda
sosial berbagai pihak. Mulai dari kegiatan sosial pemerintah, keagamaan hingga
kampanye politik pun dibarengi dangan program sunatan massal. Barangkali karena
seringnya sunatan massal, ada bantuan untuk kepentingan publik pun disunat
secara massa. Bahkan pengadaan Al quran, impor daging atau apa pun
namanya, tak terlepas dari upaya sunat. Itu Korupsi.
Hal lainnya yang tak luput bagi kebanggaan kita adalah
menjamurnya fenomena sosial. Penyimpangan sosial dan sikap
diskriminasi. Bayangkan, berapa banyak kaum terpinggir yang diperlakukan tidak
adil. Persamaan perlakuan terhadap warga juga bisa dijumpai di negeri
nusantara. Pemberitaan para orangtua dan lansia yang harus berhimpitan dengan
mereka yang gagah perkasa dalam antrean sedekah atau sembako murah, atau BLSM
yang sedang tren sekarang ini.
Dan itu juga Korupsi.
Kaum miskin dan anak terlantar semakin tak berkurang. Bahkan ada kesan, kaum
miskin dipelihara untuk mendapatkan bantuan dan membuat mereka miskin. Fasilitas yang seharusnya diterima si miskin ternyata
juga tak kesampaian. Akses pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan bagai mimpi panjang. Sangat sering kita
mendengar, kaum miskin ditolak berobat di fasilitas kesehatan pemerintah dengan
alasan tak ada kamar di rumah sakit. Namun, ketika uang di depan,
maka kamar rumah sakit terbuka lebar. Lagi-lagi ada Korupsi disana.
Belum lagi persoalan hukum. Peraturan dan hukum
ditentukan oleh uang. Lihat saja beberapa kasus terpidana yang menghuni lembaga
pemasyarakatan. Ulah para koruptor yang mengatasnamakan HAM sebagai dalih
mendapatkan fasilitas. Parahnya lagi,
yang diminta adalah bilik asmara seperti yang sempat diwacanakan Ahmad
Fathanah, terdakwa kasus impor daging.
Permainan dan hukum bagaikan pasangan yang tak pernah
lekang dari zaman. Sanksi hukum hanya berlaku bagi mereka yang lemah, sementara
yang mampu membayar, hukum hanya sebagai modus.
Masih membekas kasus Artalita Suryani, terdakwa kasus
penyuapan jaksa Urip Tri Gunawan dan Anggodo, adik mafia Anggoro yang memiliki
fasilitas mewah di Lembaga
Pemasyarakatan. Muhammad Nazaruddin, mantan bendahara DPP Partai Demokrat yang dihukum terlibat
dalam penyuapan pembangunan wisma atlet Hambalang. Juga terpidana kepemilikan 1 juta ekstasi,
Freddy Budiman yang bebas memanfaatkan
LP Narkotika Cipinang, Jakarta Timur untuk
bersenang-senang dengan wanita.
Dan inilah yang terjadi jika Korupsi sudah dibudidayakan
dan sudah menjadi budaya. Akibatnya bermunculan koruptor dimana-mana. Apa yang
terjadi, setelah korupsi merajalela dimana-mana? Apapun akan terjadi, bahkan
hingga kini negara kaya Indonesia tak pernah luput dengan kegiatan ekspor
impor. Namun, yang sangat aktif di Indonesia adalah kegiatan impornya.
Indonesia selalu mengagung-agungkan diri sebagai
negara kaya sumberdaya alam dan pertanian. Itu cerita zaman dulu. Saat ini
Indonesia sudah menjadi republik impor. Hampir semua sektor tak luput dari
kegiatan impor. BBM, pangan, peralatan elektronik, manusia pun harus diimpor. Bahkan sampah pun sempat diimpor, meskipun secara
illegal. Kekayaan alam hayati tinggal di
buku pelajaran dan brosur kampanye. Hanya asap kebakaran hutan yang diekspor.
Sejak awal kemerdekaan, Indonesia diklaim sebagai
negeri agraris. Publikasi surplus pangan selalu didengungkan. Panen raya
senantiasi menggairahkan. Namun, impor beras dan hortikultura pun tak kendur.
Importir tumbuh pesat. Badan Urusan Logistik (Bulog) pun turut menjadi
importir.
Sebagai negeri agraris, kegiatan impor justru
digalakkan. Pemberdayaan petani tinggal wacana, malah food state dicanangkan. Petani pun
berubah menjadi pengupah, karena lahan pertanian dikuasai pengusaha besar.
Pemerintah
dan juga termasuk kita selalu
berteriak tingkatkan produksi pertanian, tapi lahan pertanian justru
dialihfungsikan. Areal persawah diuruh untuk pembangunan perkantoran dan pusat
perbelanjaan. Akibatnya, kebutuhan pangan pun harus diimpor karena lahan
produktif untuk padi kian menciut.
Demikian juga dengan perlakukan terhadap petani.
Produksi pertanian tak dikendalikan secara baik. Saat hasil melimpah harga
murah, sehingga petani pun putus asa sehingga banyak yang enggan berusaha di
sektor ini. Belum lagi, upaya mendapatkan dana atau modal yang senantiasa
dipersulit. Intinya, keinginan dan kenyataan bertolak belakang. Kondisi ini
membuat makin cinta Indonesia, karena “ keunikan” yang terjadi.
Belum lagi kebijakan pemerintah antar kementerian.
Jika kementerian pertanian mendorong produksi pertanian, kementerian
perdagangan dan perindustrian menggalakkan impor produk luar negeri. Dalihnya
adalah pemenuhan kebutuhan. Padahal, jika konsisten, petani bisa sejahtera bila
mendapatkan perhatian dan perlindungan pemerintah.
Di usia 68 tahun kemerdekaan, sudah saatnya semua
komponen peduli dan ikhlas membangun negeri tercinta. Perubahan dapat menggubah Indonesia menjadi lebih baik. Karena sesungguhnya
bangsa Indonesia bukan tidak mampu berubah, tapi tidak
mau. Maka, keteladanan, keseriusan, dan ikhlas menjadi
kunci membangun negeri. Cinta negeri bukan sekadar jargon dan kamuflase, tetapi
lebih pada aksi nyata.
Tulisan ini diikut sertakan dalam lomba Kompetisi esay mahasiswa 2013 yang diadakan oleh Tempo Institute.
2 komentar:
huhu,,miris kalau denger pengabaran Indonesi tentang korupsi,,bosan rasanya mendengarnya,,seolah gak ada yang bisa di banggakan dari bangsa ini..
tapi coba buka EPICENTRUM
mungkin ada sedikit hal yang bisa membuat kita bangga sama INDONESIA :))
yee,.. Makasih ya, udah diperkenalkan dengan blognya. Wow, suer blognya keren banget. Isi nya semua tentang Indonesia dan beragam keindahannya. Aku sukaa.
Makasih banyak atas kunjungannya, sudah seharusnya kita membanggakan negri tercinta ini, jangan selalu terpuruk pada hal negatif. Tapi, bangkit pada sesuatu yang positif. Karena kita penerus bangsa ini :D
Salam kenal bang Rizki Pradana ^_^
Posting Komentar